Harga minyak stabil di level tinggi pada Senin (09/02) hari ini, sejak akhir pekan lalu, karena merosotnya jumlah penambangan minyak AS dan konflik di antara para produsen minyak di Libya, yang diimbangi oleh merosotnya impor China. Negara konsumen minyak terbesar dunia, Amerika Serikat, mulai menunjukkan gelagat mengurangi permintaan bahan bakar.
Harga minyak Brent Crude global acuan untuk bulan Maret mengalami kenaikan hingga 30 sen AS ke posisi $58.10 per barel pada pukul 08:40 pagi tadi setelah mengalami kenaikan ke level tinggi $59.06 di awal sesi. Minyak mentah AS mengalami kenaikan 60 sen ke harga $52.29 per paberl, setelah menyentuh level tinggi juga ke $53.40.
Harga Brent oil meroket hingga 9 persen pekan lalu, sekaligus menjadi kenaikan mingguan terbesar sejak bulan Februari 2011. Kontrak futures minyak North Sea mendaki hingga lebih dari 18 persen dalam dua pekan terakhir, level terkuat sejak tahun 1998. Minyak bergerak mengakhiri setengah nilai kemerosotannya dalam enam bulan terakhir ini.
Tambang Minyak AS Kena Dampak
Jumlah tambang pengeboran minyak di AS menyusut hingga 83 pada pekan ini ke posisi 1,140 -level terendah sejak bulan Desember 2011- survei yang ditunjukkan pada hari Jumat lalu, yang jelas menggambarkan bahwa para produsen minyak mulai mengalami kerugian akibat jatuhnya harga minyak dunia.
Peningkatan NFP AS untuk bulan Januari serta melemahnya perekonomian China, sebagai negara konsumen minyak terbesar kedua setelah AS, menjadi pendukung yang menahan harga minyak di level saat ini. Impor crude oil di China melorot hingga 7.9 persen volume untuk bulan Januari.
Menurut Direktur Konsultan, Michael Meidan, di China Matters bagian London, permintaan minyak China memang tengah melamban. Dengan kurangnya jumlah kapasitas kilang minya baru, kemungkinan kenaikan permintaan pun akan terbatas, demikian ungkap Meidan pada Reuters.