EUR/USD 1.079   |   USD/JPY 153.520   |   GBP/USD 1.259   |   AUD/USD 0.663   |   Gold 2,324.06/oz   |   Silver 27.47/oz   |   Wall Street 38,759.26   |   Nasdaq 16,156.33   |   IDX 7,135.89   |   Bitcoin 64,031.13   |   Ethereum 3,137.25   |   Litecoin 81.38   |   NFP yang lebih lemah dan sikap dovish Powell dapat merevitalisasi penjual dolar As, 11 jam lalu, #Forex Fundamental   |   USD/CHF melayang di sekitar level 0.9050 jelang pernyataan ketua SNB Jordan, 11 jam lalu, #Forex Teknikal   |   GBP/USD belum berhasil melewati rintangan utama di sekitar level 1.2550, 11 jam lalu, #Forex Teknikal   |   USD/CAD tetap bertahan di bawah level 1.3700, fokus pada pidato the Fed, data IMP Kanada, 11 jam lalu, #Forex Teknikal   |   Edwin Soeryadjaya diam-diam kembali beli saham PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. (SRTG) sebesar 2.05 juta lembar, 18 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk. (JTPE) mencatatkan pertumbuhan pesanan pembuatan E-KTP pada kuartal I/2024 hingga 13.5 juta unit, 18 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Citra Nusantara Gemilang Tbk. (CGAS) membukukan pendapatan sebesar Rp130.41 miliar pada kuartal I/2024, naik 34.95%, 18 jam lalu, #Saham Indonesia   |   S&P 500 naik 0.2% menjadi 5,162, sementara Nasdaq 100 naik 0.1% menjadi 18,019 pada pukul 19:18 ET (23:18 GMT). Dow Jones naik 0.2% menjadi 38,897, 18 jam lalu, #Saham AS

Harga Minyak Loyo Digelayuti Sentimen Negatif Brexit

Penulis

Harga minyak mentah berjangka melorot pada sesi perdagangan Asia hingga Brent kembali melantai ke bawah harga $50 per barel. Para investor disinyalir mengabaikan sinyal-sinyal pengetatan pasar dan memilih berfokus pada sentimen penghindaran risiko.

Harga minyak mentah berjangka melorot pada sesi perdagangan Asia hingga Brent kembali melantai ke bawah harga $50 per barel, atau tepatnya $49.91 saat berita ini diangkat (14/6), sedangkan WTI mengambang di $48.39 per barel. Para investor disinyalir mengabaikan sinyal-sinyal pengetatan pasar dan memilih berfokus pada sentimen penghindaran risiko yang berkembang di pasar finansial sehubungan dengan isu perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia dan referendum Brexit.

ilustrasi

Referendum Brexit, merujuk pada pemungutan suara yang akan memutuskan apakah Inggris akan tetap menjadi anggota Uni Eropa atau hengkang, akan digelar tanggal 23 Juni mendatang. Seiring dengan mendekatnya hari-H, persaingan antara kubu penolak dan pendukung Uni Eropa di Inggris makin ketat.

Laporan terbaru dari polling yang digelar pekan lalu pada pagi tadi menunjukkan pihak yang ingin hengkang dari UE masih memimpin. Menurut ICM, 53% responden ingin keluar, 47% ingin tinggal. Senada dengan itu, YouGov mengabarkan 46% akan memilih pergi, 39% memilih tinggal. Padahal beragam dampak negatif diperkirakan akan menimpa Inggris dan meluber ke wilayah lainnya jika negeri yang beribukota di London itu memutuskan untuk keluar dari kesatuan sosial politik Uni Eropa.

Sebagai efek samping dari kecemasan pasar tersebut, aset-aset safe haven menguat, termasuk Dolar, Yen, dan Emas. Di sisi lain, aset berisiko lebih tinggi mulai dilepas oleh investor.

Mihir Kapadia, CEO Sun Global Investments, mengatakan pada Reuters, "Suasana penghindaran risiko yang telah menjalar di pasar dalam beberapa hari terakhir ini telah menguasai harga minyak, dimana lemahnya pasar Asia dan kuatnya Dolar berkontribusi (menyebabkan) harga minyak Brent menurun kembali ke bawah $50 per barel."

Menurutnya, ada beberapa pihak yang mensinyalir pemulihan harga minyak baru-baru ini adalah karena masalah gangguan supply temporer dan tidak ada kaitannya dengan penguatan permintaan akibat ekonomi dunia sehat. Padahal, jika Inggris sungguh keuar dari Uni Eropa maka berpotensi mendorong benua tersebut kembali masuk dalam resesi, sehingga menempatkan lebih banyak tekanan pada perekonomian global.

Sentimen penghindaran risiko tersebut berimbas negatif bagi minyak yang permintaannya cenderung menurun jika pertumbuhan ekonomi dunia terganggu. Akibatnya harga minyak cenderung menurun meski sebuah proyeksi resmi yang dirilis OPEC pada hari Senin mengekspektasikan pemulihan stabilitas pasar di paruh kedua tahun ini. Pelaku pasar juga mengabaikan forecast pemerintah AS yang menyebutkan kalau output minyak shale bakal melandai lagi pada Juli untuk ketujuh bulan berturut-turut. Bisa jadi itu ada hubungannya dengan laporan kembali beroperasinya sejumlah sumur minyak shale nonaktif di AS, dengan mana produksi pun diproyeksikan meningkat.

 

266561
Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.