Para investor masih terus berfokus pada kemungkinan akan tercapainya kesepakatan pembekuan produksi diantara para produsen minyak terkemuka. Spekulasi tersebut, berikut data rilisan Baker Hughes, mendorong aksi short-covering yang mengakibatkan harga minyak meningkat tajam di sesi Asia hari Senin (7/3).
Di New York Mercantile Exchange, harga minyak mentah WTI untuk pengiriman April melonjak naik nyaris dua persen ke $36.55 per barel. Sementara di Intercontinental Exchange (ICE), Brent untuk pengiriman Mei telah mencapai $39.44 per barel, jauh di atas wilayah pergerakan harganya pada awal hari Jumat.
Menjelang akhir pekan kemarin, harga minyak menanjak tinggi karena para trader kian meyakini adanya penurunan produksi minyak AS dan akan tercapainya kesepakatan antara produsen minyak OPEC dan Non-OPEC. Menteri energi Rusia, Alexander Novak, mengatakan pada kantor berita Interfax di hari Jumat bahwa sebuah pertemuan antara OPEC dan produsen-produsen minyak terkemuka lainnya kemungkinan akan diadakan antara 20 Maret-1 April 2016, bertempat di Rusia, Wina (Austria), atau Doha (Qatar).
Sementara itu, di hari yang sama perusahaan jasa bidang perminyakan, Baker Hughes, merilis data yang menunjukkan penurunan tambahan jumlah sumur pengeboran minyak (oil rig) di Amerika Serikat sebanyak 8, hingga kini hanya tertinggal 392 sumur pengeboran aktif. Ini berarti data tersebut telah mengalami penurunan berantai selama 11 pekan, dan berada pada angka total terendah sejak tahun 2009. Jumlah sumur pengeboran di AS yang lebih rendah merupakan sinyal bullish bagi minyak, karena menandakan kemungkinan produksi yang lebih rendah di masa depan.
Dalam sepekan mendatang, para trader minyak akan berfokus pada data persediaan minyak AS yang akan dirilis pada hari Selasa dan Rabu untuk memantau perkembangan industri perminyakan di wilayah tersebut, sembari tetap membuka telinga lebar-lebar untuk mendeteksi rumor-rumor terkait kesepakatan negara-negara OPEC dan Non-OPEC.