EUR/USD 1.074   |   USD/JPY 156.530   |   GBP/USD 1.253   |   AUD/USD 0.655   |   Gold 2,336.52/oz   |   Silver 27.24/oz   |   Wall Street 38,262.07   |   Nasdaq 15,611.76   |   IDX 7,036.08   |   Bitcoin 64,481.71   |   Ethereum 3,156.51   |   Litecoin 83.80   |   USD/CHF menguat di atas level 0.9100, menjelang data PCE As, 7 jam lalu, #Forex Teknikal   |   Ueda, BoJ: Kondisi keuangan yang mudah akan dipertahankan untuk saat ini, 8 jam lalu, #Forex Fundamental   |   NZD/USD tetap menguat di sekitar level 0.5950 karena meningkatnya minat risiko, 8 jam lalu, #Forex Teknikal   |   EUR/JPY melanjutkan reli di atas level 167.50 menyusul keputusan suku bunga BoJ, 8 jam lalu, #Forex Teknikal   |   PT PLN (Persero) segera melantai ke Bursa Karbon Indonesia alias IDX Carbon, dengan membuka hampir 1 juta ton unit karbon, 14 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. (SMAR) meraih fasilitas pinjaman dari Bank BNI (BBNI) senilai $250 juta, 14 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Induk perusahaan Google, Alphabet Inc (NASDAQ: GOOGL), menguat sekitar 12%, mencapai rekor tertinggi di sekitar $174.70, 14 jam lalu, #Saham AS   |   Nasdaq naik 1.2% menjadi 17,778, sementara S&P 500 naik 0.8% menjadi 5,123 pada pukul 18.49 ET (22.49 WIB). Dow Jones Futures naik 0.1% menjadi 38,323, 14 jam lalu, #Saham AS

Terimbas Kabar Dari AS, Kurs Rupiah Jatuh Ke Terendah 20 Bulan

Penulis

Penilaian positif mengenai kondisi ekonomi Amerika Serikat mendorong penguatan Dolar AS dan melemahkan kurs Rupiah hari ini.

Seputarforex.com - Penilaian positif mengenai kondisi ekonomi Amerika Serikat yang tertuang dalam notulen rapat kebijakan moneter bank sentral (Notulen FOMC) terbaru, mendorong penguatan Dolar AS. Akibatnya, kurs Rupiah terhadap Dolar AS anjlok ke level terendah sejak Juni 2016. Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dikutip Bank Indonesia hari ini (22/Februari) menunjukkan nilai tukar pada angka Rp13,665 per Dolar AS.

Kurs Rupiah Terhadap Dolar AS

 

Notulen FOMC dari rapat yang diadakan pada akhir Januari diantaranya menyebutkan, "Anggota (rapat FOMC) setuju bahwa penguatan dalam outlook ekonomi jangka pendek meningkatkan kemungkinan layaknya kenaikan bertahap Federal Funds Rate (suku bunga AS)". Selain itu, diungkapkan pula, "bersama dengan prospek laju aktivitas ekonomi berlanjut dengan solid, memberikan dukungan bagi pandangan bahwa inflasi...kemungkinan akan naik di tahun 2018."

Pernyataan otoritas moneter AS tersebut memicu penguatan Dolar AS terhadap sebagian besar mata uang mayor, termasuk Dolar Australia, Euro, dan Poundsterling. Demikian pula, mata uang-mata uang negara berkembang terpuruk, termasuk Rupiah.

Ariston Tjendra dari Monex Investindo Futures mengungkapkan pada Antaranews, pergerakan mata uang Rupiah cenderung dipengaruhi oleh sentimen eksternal, terutama dari Amerika Serikat mengenai potensi kenaikan suku bunga AS. Katanya, "Hasil pertemuan The Fed yang hawkish mendorong kenaikan Dolar lebih lanjut."

Terlepas dari itu, sejumlah pelaku pasar internasional masih optimis mengenai perkembangan pasar negara berkembang ke depan. Sebagaimana disampaikan oleh Takahide Irimura, ekonom di Mitsubishi UFJ Kokusai Asset, kepada Bloomberg, "(Kenaikan suku bunga AS) boleh jadi mendorong sejumlah pelarian dana dari pasar negara berkembang, karena yield Obligasi AS terus meningkat; tetapi takkan terjadi outflow signifikan seperti (yang terjadi pada) 2013. Investor telah meletakkan dana ke pasar negara berkembang dengan mengetahui Fed (bank sentral AS) mulai menaikkan suku bunga."

"Fundamental di negara-negara berkembang kini jauh lebih baik daripada di tahun 2013 ketika lima negara berkembang mayor --India, Indonesia, Afrika Selatan, Brazil, dan Turki-- melemah secara signifikan. Neraca Berjalan sebagian besar negara-negara ini telah membaik sejak saat itu, dan inflasi sudah terstabilkan, sehingga membuat mereka makin tangguh menghadapi kejutan eksternal. Jadi, walaupun yield Obligasi AS mencapai 3 persen, saya tak mengekspektasikan kepanikan outflow dana dari negara berkembang. Ketika suku bunga bergerak menuju area 3.5-4 persen, sejumlah investor mungkin melakukan aksi jual, dikarenakan penyempitan selisih suku bunga; tetapi tetap saja panic-selling atas aset-aset negara berkembang tak mungkin terjadi."

282519
Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.