EUR/USD 1.074   |   USD/JPY 156.530   |   GBP/USD 1.253   |   AUD/USD 0.655   |   Gold 2,344.94/oz   |   Silver 27.60/oz   |   Wall Street 38,294.41   |   Nasdaq 15,611.76   |   IDX 7,036.08   |   Bitcoin 64,481.71   |   Ethereum 3,156.51   |   Litecoin 83.80   |   USD/CHF menguat di atas level 0.9100, menjelang data PCE As, 4 jam lalu, #Forex Teknikal   |   Ueda, BoJ: Kondisi keuangan yang mudah akan dipertahankan untuk saat ini, 5 jam lalu, #Forex Fundamental   |   NZD/USD tetap menguat di sekitar level 0.5950 karena meningkatnya minat risiko, 5 jam lalu, #Forex Teknikal   |   EUR/JPY melanjutkan reli di atas level 167.50 menyusul keputusan suku bunga BoJ, 5 jam lalu, #Forex Teknikal   |   PT PLN (Persero) segera melantai ke Bursa Karbon Indonesia alias IDX Carbon, dengan membuka hampir 1 juta ton unit karbon, 11 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. (SMAR) meraih fasilitas pinjaman dari Bank BNI (BBNI) senilai $250 juta, 11 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Induk perusahaan Google, Alphabet Inc (NASDAQ: GOOGL), menguat sekitar 12%, mencapai rekor tertinggi di sekitar $174.70, 11 jam lalu, #Saham AS   |   Nasdaq naik 1.2% menjadi 17,778, sementara S&P 500 naik 0.8% menjadi 5,123 pada pukul 18.49 ET (22.49 WIB). Dow Jones Futures naik 0.1% menjadi 38,323, 11 jam lalu, #Saham AS

Donald Trump Tuding OPEC Rekayasa Harga Minyak

Penulis

Sentimen bullish pada harga minyak tetap tinggi karena sejumlah negara OPEC kemungkinan bakal dikenai sanksi oleh AS di bawah Donald Trump.

Seputarforex.com - Harga minyak ditutup menurun pada hari Jumat lalu, tetapi kembali menanjak pada awal perdagangan hari Senin ini (23/April), meskipun Presiden Donald Trump mengkritik keras Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dengan tuduhan telah merekayasa harga minyak. Sentimen bullish tetap tinggi karena sejumlah negara penghasil minyak lain kemungkinan bakal dikenai sanksi oleh AS dan sekutunya, sehingga membuka kemungkinan penurunan suplai lebih lanjut.

 

Donald Trump Tuding OPEC Rekayasa Harga Minyak

 

Harga Minyak Tertinggi Sejak 2014

Pada pertengahan pekan lalu, kedua harga minyak acuan telah mencapai level tertinggi sejak Desember 2014, masing-masing pada level USD74.75 dan USD69.56, tetapi agak melandai menyusul laporan kenaikan jumlah oil drilling rigs. Baker Hughes mengabarkan bahwa rig count di Amerika Serikat meningkat lima buah ke angka total 820 dalam periode sepekan yang berakhir tanggal 20 April. Ini merupakan jumlah rigs terbanyak sejak Maret 2015.

Saat berita ditulis, harga minyak kembali mencuat lantaran meningkatnya antisipasi pasar akan ketegangan diantara negara-negara produsen minyak. Brent telah naik 0.46% dalam perdagangan intraday ke USD73.95 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate meningkat 0.26% ke USD68.20 per barel.

 

Tudingan Donald Trump

Pada Jumat malam, Presiden AS Donald Trump mengirim cuitan via Twitter yang berisi, "Nampaknya OPEC melakukannya lagi. Dengan minyak dalam jumlah besar dimana-mana, termasuk di kapal-kapal penuh di lautan, harga minyak sangat tinggi secara tidak wajar! Tidak bagus dan tidak akan diterima!"

 

 

Sekjen OPEC, Mohammad Barkindo, menepis tudingan tersebut. Ia mengungkapkan, organisasinya tidak menyasar target harga tertentu, melainkan berupaya untuk mengembalikan stabilitas ke pasar minyak. OPEC dan sejumlah negara produsen minyak lainnya menjalankan kesepakatan pemangkasan output sejak awal tahun 2017 dengan harapan agar bisa mengeliminasi limpahan surplus minyak global, bukan karena ingin mendongkrak harga hingga kisaran tertentu.

 

Faktor Pendorong Harga Minyak

Selepas komentar Donald Trump, harga minyak tetap meninggi. Pasalnya, kebijakan pemerintah AS merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan harga minyak naik, sedangkan OPEC agaknya takkan tergugah untuk merubah kebijakan.

 

"Kami tak memandang OPEC akan tergoyahkan dengan cara apapun dalam hal menggeser arah kebijakan," kata Michael Tran, pakar strategi komoditas dari RBC Capital Markets pada Reuters. Lebih lanjut, menurut Tran, "Salah satu variabel penting yang menggerakkan reli harga minyak adalah persepsi pasar mengenai langkah-langkah pemerintahannya (Trump) yang makin hawkish dalam hal kebijakan luar negeri."

 

Pendapat Tran senada dengan analisa Kerry Craig, pakar strategi pasar global dari JP Morgan Asset Management. Pemangkasan output yang dilakukan OPEC sejak tahun 2017 memang telah mendorong harga naik. Namun, tekanan harga tambahan datang dari sanksi AS atas negara-negara eksportir minyak penting, yaitu Venezuela, Rusia, dan Iran.

Saat ini, Pemerintah AS telah menerapkan sanksi atas sejumlah perusahaan dan warga negara Rusia tertentu, serta tengah mempertimbangkan sanksi atas Venezuela dan Iran. Pada 12 Mei mendatang, AS bakal memutuskan apakah akan melanjutkan kesepakatan nuklir Iran, atau mangkir dan menerapkan sanksi baru atas Teheran. Bulan lalu, silang pendapat mengenai Iran antara Donald Trump dan Rex Tillerson mengakibatkan dilengserkannya Tillerson dari kursi Menteri Luar Negeri AS, digantikan oleh Direktur CIA Mike Pompeo yang lebih hawkish.

283344
Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.