iklan |
iklan |
Seputarforex.com - Harga minyak naik tipis pada perdagangan Jumat (04/Oktober), tapi secara umum masih berkubang di kisaran terendah sepekan. Hal tersebut dikarenakan kekhawatiran akibat perlambatan ekonomi global, dan pulihnya fasilitas kilang minyak Arab Saudi pasca serangan bom.
Pada pukul 09:53 WIB, minyak Brent diperdagangkan $58.74 per barel, naik 0.54% dari Open Harian. Sementara harga minyak WTI berada di $52.77 per barel, menguat 0.82%. Namun demikian, minyak Brent maupun WTI sama-sama masih terjebak dalam tren penurunan. Harga Brent turun 6.7% dan menandai kerugian mingguan terbesar sejak Desember, sementara WTI turun 6%, yang merupakan penurunan mingguan terbesar sejak Juli 2019.
Harga minyak yang meningkat tipis mendorong nilai tukar Dolar Kanada terhadap USD. Sebelumnya, mata uang ini melemah tajam karena kemerosotan harga minyak sejak awal pekan, sehingga melambungkan nilai tukar USD/CAD ke level tertinggi satu bulan.
Perlambatan Global Picu Risiko Pelemahan Demand
Investor khawatir perlambatan ekonomi global akan membebani sentimen di pasar minyak. Apalagi, AS baru-baru ini merilis data sektor jasa dan pertumbuhan pekerjaan yang menunjukkan pelemahan. Tensi dagang AS-China yang berlarut-larut juga semakin kuat mengarahkan ekonomi global ke dalam resesi.
"Kekhawatiran permintaan minyak global meningkat, dan pembicaraan perdagangan AS-China yang rencananya berlangsung minggu depan (merupakan) faktor X berdampak signifikan. (Itu semua) akan menyebabkan penurunan tajam dalam harga minyak selama sepekan," kata Ahli Strategi Pasar Asia Pasifik dari Axitrader, Stephen Innes.
Pemulihan Saudi Ikut Membebani Harga Minyak
Setelah menderita serangan bom yang sebelumnya diduga berasal dari Iran, Arab Saudi mengumumkan bahwa mereka telah sepenuhnya memulihkan produksi minyak. Waktu pemulihan ini jauh lebih cepat dari yang diperkirakan, sehingga pasokan minyak diestimasi akan kembali meningkat dalam waktu dekat.
"Suasana ini (penurunan harga minyak) tidak tertolong oleh kabar positif dari Arab Saudi," ucap pakar ANZ Bank dalam tulisannya. Meskipun demikian, ia juga mencermati potensi pengurangan produksi dari turunnya aktivitas pengeboran minyak di AS. Sejauh ini, kondisi tersebut telah menyebabkan penyusutan output minyak shale bulanan dari 150,000 bph (barel per hari) menjadi 50,000 bph.