EUR/USD 1.075   |   USD/JPY 154.900   |   GBP/USD 1.250   |   AUD/USD 0.658   |   Gold 2,306.07/oz   |   Silver 27.56/oz   |   Wall Street 38,884.26   |   Nasdaq 16,332.56   |   IDX 7,166.81   |   Bitcoin 62,334.82   |   Ethereum 3,006.58   |   Litecoin 80.82   |   PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) atau Antam akan melangsungkan rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) dengan agenda pembagian dividen, 7 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Harga saham PT Xolare RCR Energy Tbk (SOLA) mengalami kenaikan 13% ke level Rp125 setelah IPO pada hari ini (8/Mei), 7 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Elon Musk mengusulkan untuk menguji paket bantuan pengemudi canggih Tesla (NASDAQ: TSLA) di Cina dengan menerapkannya di robotaxis, selama kunjungannya baru-baru ini ke negara tersebut, 7 jam lalu, #Saham AS   |   S&P 500 stabil di 5,214, sementara Nasdaq 100 datar di 18,205 pada pukul 19:15 ET (23:15 WIB). Dow Jones berada di kisaran 39,022, 7 jam lalu, #Saham AS

Minyak 'Mondok' Di 40 Dolar, Analis: Kalau Naik Bisa Jadi Bumerang

Penulis

Kemerosotan harga minyak telah terhenti setelah komoditas ini merosot lebih dari 70 persen dari puncak harga tertinggi tahun 2014. Kini, muncul pertanyaan mengenai apakah kenaikan harga ini malah akan mengakibatkan penurunan lagi.

Kemerosotan harga minyak telah terhenti setelah komoditas ini merosot lebih dari 70 persen dari puncak harga tertinggi tahun 2014. Kini, muncul pertanyaan mengenai apakah kenaikan harga ini malah akan mengakibatkan penurunan lagi.

harga minyak - ilustrasi

Minyak WTI saat ini diperdagangkan di sekitar $38.40, pada kisaran yang telah dihuninya sejak 10 Maret. Demikian pula dengan Brent yang pada sesi Asia pagi ini (14/3) pun masih diperjualbelikan di sekitar $40.46 per barel.

 

Didukung Ekspektasi

Angka-angka tersebut mengekspresikan penguatan yang cukup signifikan dalam komoditas minyak, setelah baik WTI maupun Brent sempat merosot ke bawah $30 akhir tahun lalu. Penguatan terutama didukung oleh ekspektasi akan penurunan produksi minyak AS, peningkatan permintaan gasolin, dan pembicaraan antara negara-negara produsen minyak terkemuka tentang rencana membatasi output mereka. Penurunan suplai minyak mentah sementara akibat gangguan produksi di Nigeria dan Irak juga membantu menopang pasar.

Sementara itu, pada hari Jumat, International Energy Agency kembali mempertegas ekspektasi pasar kalau harga minyak telah melampaui level terendah jangka pendeknya. Mereka pun memperkirakan bahwa output AS berpotensi turun 530,000 bph tahun ini. Laporan lembaga internasional itu turut menunjang suasana bullish, sehingga mendorong harga minyak WTI bertahan di atas $38 per barel.

 

Insentif Untuk Genjot Produksi

Namun demikian, para analis yang diwawancara media Wall Street Journal memperingkatkan bahwa reli harga minyak bisa menjadi bumerang. Harga yang lebih tinggi menyediakan insentif bagi para produsen minyak shale AS untuk menggenjot output lagi, sehingga mengaburkan perkiraan apapun terkait penurunan suplai minyak AS. Penggalian dan fracking pada sumur-sumur pengeboran minyak shale bisa dilakukan dalam hitungan bulan, jauh lebih cepat ketimbang tipe sumur minyak lainnya yang membutuhkan waktu hingga tahunan.

"Kekuatiran saya adalah apabila pasar melejit kembali ke $50 per barel...enam bulan dari sekarang kita hanya akan berakhir dengan masalah lain," kata Jeffrey Currie, pimpinan riset komoditas di Goldman Sachs, sambil mengisyaratkan bahwa reli ini bisa membuat orang-orang merugi jika masuk pasar (untuk buy) terlalu dini. Menurut analis di Goldman Sachs, suplai minyak mentah berikut produk turunannya yang berada di penyimpanan perlu turun dari rekor level tingginya saat ini, sebelum reli yang berkelanjutan bisa terjadi.

Inventori minyak mentah AS saat ini berada pada puncak tertinggi dalam lebih dari 80 tahun terakhir. Per September 2015, pusat penyimpanan di Cushing, Oklahoma, yang juga menjadi titik pengiriman minyak mentah berjangka NYMEX, memiliki persediaan sebanyak 66.9 juta barel, atau 92 persen dari kapasitas totalnya, padahal sejak saat itu inventori masih terus meningkat.

 

Efek Samping

Di sisi lain, sementara fokus investor diarahkan pada industri emas hitam Paman Sam, hitungan sumur pengeboran global turun sebanyak 30-43 persen sejak tahun 2014, sebagaimana dilaporkan oleh Simmons & Co. International yang berbasis di Houston, AS. Meskipun negara-negara Timur Tengah terus aktif berproduksi dan eksplorasi dalam level harga saat ini, dan perusahaan-perusahaan minyak AS membandel dengan menjalankan pelbagai langkah efisiensi, tetapi negara-negara Afrika dan Amerika Latin terpukul berat oleh harga minyak yang terlalu rendah jika dibandingkan dengan biaya produksi mereka yang relatif tinggi, sehingga telah mendorong ditutupnya banyak sumur pengeboran di bagian-bagian dunia tersebut.

261639
Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.