EUR/USD 1.071   |   USD/JPY 156.020   |   GBP/USD 1.253   |   AUD/USD 0.652   |   Gold 2,324.02/oz   |   Silver 26.81/oz   |   Wall Street 37,903.29   |   Nasdaq 15,605.48   |   IDX 7,090.70   |   Bitcoin 58,254.01   |   Ethereum 2,969.78   |   Litecoin 80.10   |   PT Bumi Serpong Damai Tbk. (BSDE) optimistis bakal membukukan marketing sales Rp9.5 triliun sepanjang tahun ini, 4 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Starbucks (NASDAQ:SBUX) anjlok 15.9% setelah jaringan kopi ini memangkas proyeksi penjualannya karena membukukan penurunan pertama dalam penjualan dalam hampir tiga tahun terakhir, 4 jam lalu, #Saham AS   |   Saham Amazon.com (NASDAQ: AMZN) naik 2.2% karena hasil kuartalan yang lebih baik dari perkiraan, 4 jam lalu, #Saham AS   |   Pendapatan trivago di Q1 2024 menunjukkan penurunan sebesar 9% YoY, 4 jam lalu, #Saham AS

Rupiah Bisa Terus Melemah Karena Terancam Inflasi

Penulis

Kemarin (28/1), Rupiah diperdagangkan beragam. Di pasar spot antar bank, Rupiah menunjukkan penguatan tipis, namun kurs tengah Bank Indonesia melemah dari 12.198 ke 12.267. Analis yang dikutip oleh Kontan menyebutkan bahwa pergerakan menguat Rupiah hanya sementara, terbawa oleh spekulasi bailout oleh bank sentral Turki yang membangkitkan harapan pasar pada mata uang negara berkembang. Namun, tren Rupiah saat ini cenderung melemah disebabkan karena ancaman kenaikan inflasi dan pengaruh dari spekulasi tapering oleh The Fed.

Kemarin (28/1), Rupiah diperdagangkan beragam. Di pasar spot antar bank, Rupiah menunjukkan penguatan tipis, namun kurs tengah Bank Indonesia melemah dari 12.198 ke 12.267. Analis yang dikutip oleh Kontan menyebutkan bahwa pergerakan menguat Rupiah hanya sementara, terbawa oleh spekulasi bailout oleh bank sentral Turki yang membangkitkan harapan pasar pada mata uang negara berkembang. Namun, tren Rupiah saat ini cenderung melemah disebabkan karena ancaman kenaikan inflasi dan pengaruh dari spekulasi tapering oleh The Fed.

nilai rupiah melemah

Dampak Tidak Langsung Dari Banjir

Dunia finansial saat ini sedang menanti pengumuman di akhir FOMC, rapat kebijakan bank sentral Amerika Serikat The Fed. Opini umum sementara mendukung mereka untuk melakukan tapering kedua. Sementara itu, negara-negara berkembang harap-harap cemas, karena tapering pertama bulan lalu telah dengan mudah menjatuhkan nilai tukar mata uang negara-negara berkembang, khususnya di Asia. Ditambah lagi, ketidakstabilan ekonomi dan politik tengah menghantui negara-negara tersebut. Kekacauan di Argentina, Turki, dan Thailand, bisa turut menyeret nilai tukar Rupiah.

Ketika the Fed melancarkan stimulus fiskal melalui quantitative easing beberapa waktu yang lalu, itu adalah upaya untuk menyelesaikan masalah ekonomi AS. Perekonomian AS dipandang kurang aman sebagai sasaran investasi, sehingga investor berpindah ke negara-negara berkembang yang tengah mengalami pertumbuhan pesat, seperti Indonesia. Percepatan pertumbuhan negara berkembang tahun lalu, salah satunya disebabkan oleh limpahan investasi ini. Ketika sekarang the Fed ingin menghentikan stimulus secara bertahap (tapering), secara tidak langsung mereka menyatakan bahwa perekonomian AS telah pulih. Investor pun berbondong-bondong kembali kesana.

Kondisi ini membangkitkan kenangan akan krisis ekonomi 1997/1998. Walaupun negara berkembang kini telah lebih bijak dalam membuat keputusan moneter dan memiliki fundamental ekonomi yang dinilai baik, tetapi the Economist beberapa kali menyebutkan kekhawatiran mereka kalau krisis tersebut akan terulang kembali. Ini bukannya tidak beralasan. Tapering secara tunggal mungkin tidak memiliki pengaruh jangka panjang. Tetapi tapering ditambah ketidakstabilan regional, adalah perkara yang berbeda.

dampak banjir di pantura
Banyaknya bencana alam di Indonesia saat ini memperparah keadaan. Bencana-bencana tersebut malah bisa jadi akan berpengaruh kuat terhadap perekonomian Indonesia di kuartal pertama tahun 2014 ini. Banjir tahunan di Jakarta masih belum terkontrol, walau pemerintah daerah telah melancarkan berbagai upaya pengendalian. Selain itu, banjir di Pantura secara efektif memotong jalur transportasi penghubung antara Indonesia bagian barat dan Indonesia timur. Situasi ini menghambat pengiriman barang, yang mana ini bisa berbuntut panjang. Kenaikan biaya transportasi serta kelangkaan barang di beberapa lokasi meningkatkan ekspektasi tingkat inflasi bulan ini.

Pengaruhnya Pada Ekspor

Aktivis lingkungan yang dikutip Kompas menuduh bencana disebabkan oleh eksploitasi bumi Indonesia yang berlebihan dan kian gencar di bawah pemerintahan yang sekarang. Namun terlepas dari itu, masalah yang mendesak adalah bahwa keadaan ini bisa menekan nilai rupiah di jangka panjang.

Perajin payung di Jawa Barat yang diwawancarai Antara telah menyebutkan bahwa mereka kehilangan pesanan dari luar negri hingga 40 persen, karena berkurangnya daya beli dari Eropa akibat mereka harus menaikkan harga setelah biaya bahan baku naik. Tentunya, lebih banyak unit usaha kecil dan menengah berorientasi ekspor yang akan mengalami hal yang sama jika inflasi terus meningkat.

Dalam jangka panjang, optimisme bisa dipertahankan jika situasi ini bisa diselesaikan dalam kuartal ini. Tetapi jika berlanjut ke kuartal berikutnya, maka bisa menghambat rencana pemerintah untuk menggenjot ekspor dari sektor non-migas. Ekspor non-migas Indonesia tahun lalu mengalami penurunan yang cuku drastis dari tahun sebelumnya. Oleh karena itu, Kementrian Perdagangan telah merencanakan serangkaian kegiatan untuk mempromosikan produk Indonesia. Yang menjadi PR bagi pemerintah kini adalah, bagaimana memicu ekspor ditengah tekanan inflasi dan melemahnya rupiah.

Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.