EUR/USD 1.074   |   USD/JPY 156.530   |   GBP/USD 1.253   |   AUD/USD 0.655   |   Gold 2,337.91/oz   |   Silver 27.24/oz   |   Wall Street 38,262.07   |   Nasdaq 15,611.76   |   IDX 7,036.08   |   Bitcoin 63,755.32   |   Ethereum 3,130.16   |   Litecoin 87.99   |   USD/CHF menguat di atas level 0.9100, menjelang data PCE As, 1 hari, #Forex Teknikal   |   Ueda, BoJ: Kondisi keuangan yang mudah akan dipertahankan untuk saat ini, 1 hari, #Forex Fundamental   |   NZD/USD tetap menguat di sekitar level 0.5950 karena meningkatnya minat risiko, 1 hari, #Forex Teknikal   |   EUR/JPY melanjutkan reli di atas level 167.50 menyusul keputusan suku bunga BoJ, 1 hari, #Forex Teknikal   |   PT PLN (Persero) segera melantai ke Bursa Karbon Indonesia alias IDX Carbon, dengan membuka hampir 1 juta ton unit karbon, 1 hari, #Saham Indonesia   |   PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. (SMAR) meraih fasilitas pinjaman dari Bank BNI (BBNI) senilai $250 juta, 1 hari, #Saham Indonesia   |   Induk perusahaan Google, Alphabet Inc (NASDAQ: GOOGL), menguat sekitar 12%, mencapai rekor tertinggi di sekitar $174.70, 1 hari, #Saham AS   |   Nasdaq naik 1.2% menjadi 17,778, sementara S&P 500 naik 0.8% menjadi 5,123 pada pukul 18.49 ET (22.49 WIB). Dow Jones Futures naik 0.1% menjadi 38,323, 1 hari, #Saham AS

Pertumbuhan Indonesia, Antara Suku Bunga Tinggi Dan Infrastruktur Lambat

Penulis

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia kemarin (18/6) memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7.50%. Keputusan itu sesuai dengan estimasi para analis sebelumnya, tetapi juga menggarisbawahi arah kebijakan otoritas moneter Indonesia di tengah dilema pertumbuhan versus depresiasi Rupiah dan defisit neraca berjalan.

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia kemarin (18/6) memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7.50%, dengan suku bunga Deposit Facility pada 5.50% dan Lending Facility pada 8.00%. Menurut rilis Bank Indonesia, "Keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk menjaga agar inflasi berada pada sasaran inflasi 4±1% di 2015 dan 2016, serta mengarahkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat dalam kisaran 2.5-3% terhadap PDB dalam jangka menengah".


Keputusan itu sesuai dengan estimasi para analis sebelumnya. Di sisi lain, keputusan ini menggarisbawahi arah kebijakan otoritas moneter Indonesia di tengah dilema pertumbuhan versus depresiasi Rupiah dan defisit neraca berjalan.

 

Pembangunan Infrastruktur - ilustrasi



Tidak Mudah Melonggarkan

Sehari sebelum Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia dilaksanakan, Deputi Senior Gubernur Mirza Adityaswara mengungkapkan kepada media bahwa Bank Indonesia tidak berada dalam posisi bisa memangkas suku bunga demi mendorong pertumbuhan, karena memotong suku bunga sekarang bisa memperburuk kondisi Rupiah. Sebagaimana dikutip oleh Bloomberg, Adityaswara mengatakan, "Tidak mudah menyesuaikan kebijakan moneter saat ini. Jadi kami akan mengarahkannya dengan menggunakan instrumen makroprudensial untuk mendukung pertumbuhan (ekonomi)."


Salah satu faktor yang tidak memungkinkan BI untuk melonggarkan kebijakan adalah kemungkinan kenaikan suku bunga the Fed di Amerika Serikat dalam beberapa bulan ke depan yang telah dan diperkirakan akan terus mengakibatkan pelarian dana (cash outflow) dari negara-negara berkembang. Dengan demikian, meski pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diperkirakan turun lagi, namun kebijakan untuk mendukung pertumbuhan tidak bisa dilakukan dengan mengutak-atik suku bunga acuan karena jika hal itu dilakukan maka akan memperburuk pelemahan Rupiah.


Analis umumnya sepakat dengan langkah BI untuk melonggarkan kebijakan makroprudensial guna mendukung pertumbuhan, sembari tetap berharap agar program-program pembangunan infrastruktur pemerintah yang telah dijanjikan bisa benar-benar berjalan di kuartal kedua ini.

 

Infrastruktur Yang Tertunda

Lambatnya realisasi pembangunan infrastruktur di Indonesia telah dituding banyak pihak sebagai salah satu penyebab lesunya pertumbuhan ekonomi. Dikabarkan, baru 7 triliun Rupiah dari anggaran 290 triliun Rupiah yang telah disalurkan per akhir April. Dampaknya, menurut catatan Isabella Zhong dari Barron's Asia, mempengaruhi estimasi pendapatan emiten sektor konstruksi di pasar saham Indonesia, berimbas pada harga saham sektor perbankan, serta menjatuhkan harga saham sejumlah emiten seperti WIKA dan PTPP.


Sementara itu, pada awal pekan Menteri Keuangan dilaporkan memangkas estimasi pertumbuhan resmi untuk tahun 2015 dari 5.7% yang ditargetkan dalam APBN bulan Februari menjadi 5.4%. Senada, sejumlah lembaga keuangan dunia juga telah memotong ekspektasi mereka akan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Sedangkan pernyataan BI yang terbaru kemarin menyebutkan kisaran 5.0-5.4% sebagai kisaran angka estimasi pertumbuhan Indonesia tahun ini. Outlook pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih buruk dibanding tahun lalu tersebut semakin mendorong sentimen investor ke arah negatif.

 

 

Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.